Setiap terjadi suatu peristiwa, orang selalu saja bertanya, awalnya bagaimana? Atau seseorang akan berkata ceritanya bagaimana? Begitu juga halnya Akuntansi sering orang bertanya bagaimana sejarah dari akuntansi itu.
Akuntansi sebenarnya sudah ada sejak manusia itu mulai bisa menghitung dan membuat suatu catatan, yang pada awalnya dulu itu dengan menggunakan batu, kayu, bahkan daun menurut tingkat kebudayaan manusia waktu itu. Pada abad XV terjadilah perkembangan dan perluasan perdagangan oleh pedagang-pedagang Venesia. Perkembangan perdagangan ini menyebabkan orang waktu itu memerlukan suatu sistem pencatatan yang lebih baik, sehingga dengan demikian akuntansi juga mulai berkembang.
Setelah itu perkembangan akuntansi juga ditandai dengan adanya seorang yang bernama Lucas Pacioli pada tahun 1494, ahli matematika mengarang sebuah buku yang berjudul Summa de Aritmatica, Geometrica, Proportioni et Propotionalita, di mana dalam suatu bab berjudul Tractatus de Computies et Scriptoris yang memperkenalkan dan mengajarkan sistem pembukuan berpasangan yang disebut juga dengan sistem kontinental.
Sistem berpasangan adalah sistem pencatatan semua transaksi ke dalam dua bagian, yaitu debet dan kredit. Kemudian kedua bagian ini diatur sedemikian rupa sehingga selalu seimbang. Cara seperti ini menghasilkan pembukuan yang sistematis dan laporan keuangan yang terpadu, karena perusahaan mendapatkan gambaran tentang laba rugi usaha, kekayaan perusahaan serta hak pemilik.
Pertengahan abad ke 18 terjadi revolusi industri di Inggris yang mendorong pula perkembangan akuntansi, di mana waktu itu para manajer pabrik misalnya, ingin mengetahui biaya produksinya. Sebab dengan mengetahui berapa besar biaya produksi mereka dapat mengawasi efektifitas proses produksi dan menetapkan harga jual. Sejalan dengan itu berkembanglah akuntansi dengan bidang khusus yaitu akuntansi biaya. Akuntansi biaya memfokuskan diri pada pencatatan biaya produksi dan penyediaan informasi bagi manajemen.
Bagaimana perkembangan akuntansi di Indonesia?
Akuntansi di Indonesia pada awalnya menganut sistem kontinental, seperti yang dipakai di Belanda saat itu. Sistem ini disebut juga dengan tata buku yang sebenarnya tidaklah sama dengan akuntansi, di mana tata buku menyangkut kegiatan-kegiatan yang bersifat konstruktif dari proses pencatatan, peringkasan, penggolongan dan aktivitas lain yang bertujuan menciptakan informasi akuntansi berdasarkan pada data. Sedangkan akuntansi menyangkut kegiatan-kegiatan yang bersifat konstruktif dan analitikal seperti kegiatan analisis dan interpretasi berdasarkan informasi akuntansi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembukuan merupakan bagian dari akuntansi.
Perkembangan selanjutnya tata buku sudah mulai ditinggalkan orang. Di Indonesia perusahaan atau orang semakin banyak menerapkan sistem akuntansi Anglo Saxon. Berkembangnya sistem akuntansi Anglo Saxon di Indonesia disebabkan adanya penanaman modal asing di Indonesia yang membawa dampak positif terhadap perkembangan akuntansi, karena sebagian besar penanaman modal asing menggunakan sistem akuntansi Amerika Serikat (Anglo Saxon). Penyebab lain sebagian besar mereka yang berperan dalam kegiatan perkembangan akuntansi menyelesaikan pendidikannya di Amerika, kemudian menerapkan ilmu akuntansi itu di Indonesia.
Saat ini sistem Anglo Saxon semakin populer di Indonesia baik dalam pendidikan akuntansi maupun dalam praktek dunia bisnis. Sekarang dapatkah Anda menjelaskan perbedaan antara sistem kontinental dengan sistem Anglo Saxon? Apakah perbedaannya? Untuk lebih jelasnya, mari perhatikan tabel berikut ini!
Perbedaan Akuntansi Sistem Kontinental dengan Anglo Saxon
Dengan memperhatikan peraga – 1 di atas, tentunya Anda sekarang dapat memahami letak perbedaan kedua sistem akuntansi yang berkembang di Indonesia. Baiklah sekarang Anda melanjutkan dengan materi berikutnya.
sumber : http://kamarche99.wordpress.com/2008/09/02/sejarah-perkembangan-akuntansi/
Jumat, 02 Desember 2011
Sejarah
Akuntansi sebagai suatu seni yang mendasarkan pada logika matematik - sekarang dikenal sebagai “pembukuan berpasangan” (double-entry bookkeeping) - sudah dipahami di Italia sejak tahun 1495 pada saat Luca Pacioli (1445 - 1517), yang juga dikenal sebagai Friar (Romo) Luca dal Borgo, mempublikasikan bukunya tentang “pembukuan” di Venice. Buku berbahasa Inggris pertama diketahui dipublikasikan di London oleh John Gouge atau Gough pada tahun 1543.
Sebuah buku ringkas menampilkan instruksi akuntansi juga diterbitkan di tahun 1588 oleh John Mellis dari Southwark, yang termuat perkataanya, "I am but the renuer and reviver of an ancient old copie printed here in London the 14 of August 1543: collected, published, made, and set forth by one Hugh Oldcastle, Scholemaster, who, as appeareth by his treatise, then taught Arithmetics, and this booke in Saint Ollaves parish in Marko Lane." John Mellis merujuk pada fakta bahwa prinsip akuntansi yang dia jelaskan (yang merupakan sistem sederhana dari masukan ganda/double entry) adalah "after the forme of Venice".
Pada awal abad ke 18, jasa dari akuntan yang berpusat di London telah digunakan selama suatu penyelidikan seorang direktur South Sea Company, yang tengah memperdagangkan bursa perusahaan tersebut. Selama penyelidikan ini, akuntan menguji sedikitnya dua buku perusahaan para. Laporannya diuraikan dalam buku Sawbridge and Company, oleh Charles Snell, Writing Master and Accountant in Foster Lane, London. Amerika Serikat berhutang konsep tujuan Akuntan Publik terdaftar pada Inggris yang telah memiiki Chartered Accountant di abad ke 19.
Sebuah buku ringkas menampilkan instruksi akuntansi juga diterbitkan di tahun 1588 oleh John Mellis dari Southwark, yang termuat perkataanya, "I am but the renuer and reviver of an ancient old copie printed here in London the 14 of August 1543: collected, published, made, and set forth by one Hugh Oldcastle, Scholemaster, who, as appeareth by his treatise, then taught Arithmetics, and this booke in Saint Ollaves parish in Marko Lane." John Mellis merujuk pada fakta bahwa prinsip akuntansi yang dia jelaskan (yang merupakan sistem sederhana dari masukan ganda/double entry) adalah "after the forme of Venice".
Pada awal abad ke 18, jasa dari akuntan yang berpusat di London telah digunakan selama suatu penyelidikan seorang direktur South Sea Company, yang tengah memperdagangkan bursa perusahaan tersebut. Selama penyelidikan ini, akuntan menguji sedikitnya dua buku perusahaan para. Laporannya diuraikan dalam buku Sawbridge and Company, oleh Charles Snell, Writing Master and Accountant in Foster Lane, London. Amerika Serikat berhutang konsep tujuan Akuntan Publik terdaftar pada Inggris yang telah memiiki Chartered Accountant di abad ke 19.
Minggu, 27 November 2011
RINGKASAN SEJARAH ATAU CERITA DESA HAURKUNING KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN
Diceritakan, asal-usul berdirinya desa Haurkuning ada kaitannya dengan bangsawan dari kesultanan solo yaitu Dalem Brahma Kuning alias Raden Suryanagara alias Hasanuddin yang beristrikan Ratu Kuning. Beliau datang yang pertama kali menamai desa Haurkuning yang didasari karena banyak bamboo kuning atau Haurkuning. Selain dari Dalem Brahma Kuning terdapatbtokoh lain yaitu Syech Jalaludin alias Kuwu Gede dari daerah kerajaan Mataram/kadilangu/demak/jawa tengah. Beliau beserta istrinya ibu Wangi Gedon pergi meninggalkan Mataram dengan maksud berkelana menuntut ilmu. Adapun tempat yang didatangi adalah daerah Tatar Sunda yaitu Kesultanan Cirebon. Didaerah Cirebon pada saat itu sedang sibuk kegiatan penyebaran agama islam. Penyebaran agama islam yang dilakukan didaerah CARUBAN melalui kesenian diantaranya “Goong Sakaten”. Walaupun kelihatannya sederhana, namun mendapatkan antusias yang begitu besar dari masyarakat untuk memeluk agama islam, karena ada masukan syiar islam pada kesenian tersebut.
Kita kembali pada tokoh yang berasal dari Mataram/Kadilangu/Demak yaitu Syech Jalaluddin. Sesampainya di Cirebon (caruban) Syech Jalaluddin berguru ke Syech Maulana Datul Kahfi. Beliau berguru bersama Pangeran Walangsungsang atau pangeran Cakrabuana atau kuwu sangkan Cirebon. Setelah berguru cukup lama, kemudian beliau pergi bersama istrinya atas izin gurunya dan titah dari sunan Gunung Jati atau Syech Syarif Hidayatulloh (anak dari lara santang dan nyai syarifah mudaim) untuk syiar agama islam dan memperluas daerah kekuasaan kerajaan Caruban. Adapun tempat yang dituju adalah kerajaan Kajene (Kuningan sebelah selatan) tepatnya yang sekarang bernama desa Haurkuning. Beliau mulai menetap di Haurkuning sekitar kurang lebih 1600 Masehi.
Syiar islam yang dilakukan oleh syech jalaluddin (kuwu gede) yaitu dengan cara bertani atau dalam bahasa sunda “tatanen” dibarengi dengan memperluas batas daerah atau desa dengan cara adu ketangkasan atau kedigjayaan. Adapun atas kemampuan ilmunyaa dan ridho-Nya beliau berhasil memperluas wilayah desa. Menurut cerita belliau menetapkan batas dengan media tali atau tambang pusaka yang dinamai Setra Tunggal. Pusaka itu mampu membentang dari Karang Layung (Nusaherang) sampai belok jati yang sekarang menjadi batas desa.
Dalam hal perluasan pemukiman wilayah Haurkuning ada juga salah seseorang tokoh yang berperan yaitu Raden Sutajaya atau Padmanegara yang mempunyi misi sama syiar islam dan mempertahankan kekuasaan kerajaan Caruban dari kerajaan padjajaran yang dipimpin oleh Prabu Siiliwangi. Raden Sutajaya dibantu dua orang saudaranya Raden Sutamulya yang bermukim di daerah sakerta dan raden sutalaksana bermukim didaerah Kertayuga. Selain dari dua orang saudaranya beliau juga mempunyai istri yang bernama nyai Ageung Pratiwi yang kemudian berpisah dan memilih tinggal di Bunigeulis. Perluasan pemukiman yang dilakukan olehnya konon dengan cara menggelindingkan bedug dari Wulukut yang akhirnya berhenti sampai ke blok Galonggong. Penetapan pemukiman baru yang dilakukan Raden Sutajaya mendapatkan izin dari Syech Jalaluddin (Kuwu Gede)
Dalam memperluas kekuasaan Syech Jalaluddin bersama Patih Gandrayana salah satunya dilakukan dengan cara membelah bambu kuning (awi kuning/haurgereng). Setelah awi itu terbelah 2 (dua) kemudian ditancapkan di daerah wulukut dan yang satunya didaerah Bungkirit yang sekarang bernama Haurduni (Taman makam pahlawan Haurduni). Namun setelah menancapkan bambu di wulukut ternyata beliau berniat membawa bambu itu ke Cirebon dengan mengutus Patih Gandrayana. Bambu kuning berhasil di bawa ke Cirebon namun konon berubah menjadi sebuah pedang yang bernama “Pedang Kamilah”. Adapun tujuan dari bambu kuning yang dibawa ke Kesultanan Cirebon yaitu untuk digunakan sebagai senjata bambu runcing yang akan digunakan untuk menyerang penjajah yang menguasai Jayakarta atau Sunda Kelapa yang dilakukan bersama pasukan dari kerajaan Cirebon dan Demak.
Demikian sejarah atau cerita singkat mengenai asal-usul desa Haurkuning. Dimana penyusunannya masih banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan waktu dan sumber.
Sumber : Bapak Guru Maman, S.Pd dan Deni Supriatna
Langganan:
Postingan (Atom)